Nilai-nilai Pendidikan Moral dalam Serat Pedhalangan Ringgit Purwa Jilid I

Nilai-nilai Pendidikan Moral dalam Serat Pedhalangan Ringgit Purwa Jilid I

Oleh : Dhidhik Setiabudi


A. Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan bangsa yang memiliki banyak kebudayaan, salah satunya kebudayaan Jawa. Adapun peninggalan kebudayaan Jawa yang masih dilestarikan keberadaannya berbentuk tulisan yaitu naskah. Naskah sebagai hasil karya tulisan nenek moyang dan merupakan peninggalan masa lampau. Naskah tersebut ditulis diatas bahan tulis yang beraneka ragam, seperti gendhong, daluwang, dan kertas yang didatangkan dari Eropa.

Berbagai kebudayaan yang ada pada masa lampau banyak terekam dalam tulisan berbentuk naskah. Dengan menganalisis ataupun mengkaji naskah dapat diketahui kesenian, sastra, tradisi, nilai-nilai, adat istiadat, dan peristiwa yang ada pada masa lampau. Masyarakat Jawa sangat suka pada kesenian dan sastra, terbukti dengan banyaknya naskah yang berisikan hal tersebut. Misalnya; tembang, wayang/pedalangan, tari, cerita, dan masih banyak lagi.

Seni, sastra Jawa, tradisi, dan berbagai aspek kebudayaan masa sekarang tidak banyak berbeda dari seni, sastra Jawa, tradisi, dan berbagai aspek kebudayaan pada masa lampau. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa masyarakat Jawa masih melestarikan kebudayaan nenek moyang mereka. Banyak nilai-nilai dan pandangan hidup yang masih diwarisi dan dilestarikan. Seni wayang/pedalangan yang berisi pendidikan moral juga masih sering digelar dan dikembangkan untuk memberikan ajaran moral. Terlebih lagi masa sekarang ini moral bangsa Indonesia dapat dikatakan mengalami kemerosotan.

Di antara pada adipati di Mangkunegaran, KGPAA Mangkunegara VII adalah seorang pujangga yang produktif dalam menelurkan karya sastra pewayangan. KGPAA Mangkunegara VII bertahta antara tahun 1916 – 1944. Beliau produktif dalam menciptakan karya sastra yang bertopik tentang lakon pewayangan. Lakon pewayangan dari pakem balungan untuk daerah Surakarta bersumber dari Serat Pedhalangan Ringgit Purwa karya KGPAA Mangkunegara VII (Soetarno, 1995: 29). Karya KGPAA Mangkunegara VII di atas menjadi acuan para dalang di daerah Surakarta dan pendukungnya. Nama kecilnya, yaitu Raden Mas Suryasuparta, putra ketiga KGPAA Mangkunegara V. Beliau lahir pada tanggal 4 Sapar 1815 H atau 12 November 1885. Beliau wafat pada tanggal 19 Juli 1944. Rupanya Mangkunegara VII mewarisi bakat kepujanggan kakeknya yaitu Mangkunegara IV. Selain seorang sastrawan dan seniman, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara VII merupakan seorang yang sangat baik dan bijak serta seorang aktivis. Beliau pernah menjabat sebagai ketua PB Boedi Oetomo pada tahun 1916 sebelum diangkat menjadi Mangkunegara VII. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara VII terkenal sebagai manajer yang cerdas dalam usaha-usaha ekonomi (antara lain mendirikan Pabrik Gula Colomadu dan Tasikmadu), serta visioner dalam berbagai persoalan sosial termasuk lingkungan (membangun waduk dan jaringan rel kereta tebu), selain sebagai budayawan.

Waduk Plumbon di Kecamatan Eromoko dan waduk Kedunguling di Kecamatan Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri, dikenang sebagai peninggalan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara VII. Waduk itu dibangun selama 10 tahun dari tahun 1918-1928. Keberadaan kedua waduk itu sebagai balas jasa Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara VII kepada rakyat setempat yang sebelumnya banyak berperan menjadi tukang pada pembangunan pendapa agung Mangkunegaran (rumah pendapa terbesar di Indonesia). Beliau memberikan hadiah berupa dua waduk sebagai prasarana irigasi untuk memakmurkan masyarakat Eromoko dan Wuryantoro. Beliau sangat memperhatikan serta dekat dengan alam sekitar dan masyarakat.

Hal diatas juga berpengaruh pada rasa seni dan penciptaan karya sastranya. Karya-karya buatan beliau banyak mempengaruhi dan dipakai sebagai referensi budayawan lain, baik pada masa beliau maupun sampai sekarang. Serat Pedhalangan Ringgit Purwa karya KGPAA Mangkunegara VII yg terdiri dari 37 jilid berisi 177 lakon dan terbagi 4: cerita dewa (7 lakon), cerita Arjuna Sasrabahu (5 lakon), cerita Ramayana (18 lakon), cerita Pendhawa Kurawa (147 lakon). Jilid I (Ngruna-ngruni watugunung| Mumpuni | Mikukuhan), jilid II (Sri Maha Punggung | Sri Mantun-Murwakala), jilid III (Sang Hyang Wisnu Krama | Bremana-Bremani Manumayasa Rabi | Bambang Kalingga | Jamurdipa atau Sekutrem Rabi), jilid IV (Palasara Lahir atau Sari Rabi | Palasara Krama | Citranggada Rabi | Pandu Lahir), jilid V (Narasoma Rabi| Puntadewa Lahir | Suyudana Lahir | Bima Bungkus), jilid VI (Arjuna Lahir | Raden Yamawidura Krama | Basudewa Rabi | Kangsa Lahir atau Basudewa Grogol | Lahiripun Kakrasana Narayana | Kangsa Adu Jago), jilid VII (Arya Prabu Rabi | Ugrasena Rabi | Bambang Sucitra Rabi | Pandan Papa | Palgunadi | Pendhawa Apus), jilid VIII (Arjuna Papa | Bondhan Peksa Jandhu | Bale Sigalagala | Seta Krama | Rabinipun Untara-Wratsangka), jilid IX (Babad Wanamarta | Arimba-Arimbi | Gandamana Sayembara | Mustakaweni-Kuntul Wilanten), jilid X (Lambangkara | Pancawala Larung | Antasena Lahir | Gathutkaca Lahir | Pregiwa – Pregiwati), jilid XI (Gathutkaca Rabi-Sasikirana | Gathutkaca Dadi Ratu Brajadenta-Brajamusti atau Gathutkaca Sungging | Sridanta), jilid XII (Tugu Wasesa | Sena Rodra | Ganda Wardaya | Semar Barang Jantur atau Kartawiyoga Maling), jilid XIII (Parta Krama | Lambangkara | Sembadra Larung | Bambang WIjanarka | Murca Lelana | Kitiran Petak), jilid XIV (Mayanggana-Sindusena | Cekel Indralaya | Sidajati-Sidamalong | Manu Maya), jilid XV (Pandhu Bregala-Bambang Margana | Sukma Ndadari-Sumong | Bambang Manon Bawa), jilid XVI (Parta Wigena atau Makutharama | Wahyu Cakraningrat | Peksi Jawata | Taman Maerakaca | Srikandhi Maguru Manah | Cakra Negara), jilid XVII (Kandi Hawa | Nirbita | Jalasegara | Turanggajati | Randha Widada), jilid XVIII (Swarga Bandhang | Alap-alapan Larasati | Alap-alapan Ulupi | Semboto-Senggono), jilid XIX (Irawan Maling | Gambir Anom | Bambang Jaganala | Irawan Rabi | Alap-alapan Gandawati), jilid XX (Sumitra Rabi | Udan Mintaya | Seti Wijaya | Arjuna Sendhang), jilid XXI (Nakula Rabi | Candrageni | Sadewa Rabi | Candrasasi | Pramusinta), jilid XXII (Derwa Kasimpar | Semar Minta Bagus | Semara Papa | Dwila Warna), jilid XXIII (Kresna Kembang | Kresna Pujangga | Kresna Begal | Samba Rajah | Bambang Sutera), jilid XXIV (Samba Ngengleng | Bomantaka | Sugatawati-Sugatawati Dhaup | Endhang Wediningsih | Setyaki Rabi), jilid XXV (Suyudana Rabi | Dursilawati Ical | Peksi Anjali Retna), jilid XXVI (Suryatmaja Rabi | Dana Salirta | Kumbayana | Durna Tapa), jilid XXVII (Candha Birawa | Pendhawa Puter Puja | Darma Birawa | Arjuna Terus), jilid XXVIII (Wisanggeni Lahir | Bambang Manon Manonton | Pendhawa Dhadhu | Pancawala Ngarit), jilid XXIX (Mintaraga | Parta Dewa | Arjuna Wibawa | Cendreh Kemasan), jilid XXX (Kalabendana Lena | Rara Temon | Jagal Abilawa Pendhawa Gubah | Kresna Duta), jilid XXXI (Jabelan | Kresna Gugah | Bisma Lena), jilid XXXII (Angkawijaya Lena | Jayadrana Lena | Burisrawa Lena | Gathutkaca Lena | Dursasana Lena), jilid XXXIII (Karna Lena | Suyudana Gugur | Parikesit Lahit), jilid XXXIV (Parikesit Grogol | Yudayana Ical), jilid XXXV (Bedhahipun Lokapala | Arjuna Wijaya | Sumantri Ngenger | Sumantri Gugur | Arjuna Sasra Gugur), jilid XXXVI Bedhahipun Ngayodyapala | Dasarata Rabi | Sinta Lahir | Prabu Rama Krama | Rama Tundhung | Anoman Duta | Rama Tambak | Anggada Duta | Bukbis), jilid XXXVII (Trikaya Lena | Trisirah Lena | Kumbakarna Gugur | Megananda Gugur | Dasamuka gugur | Sinta Boyong | Rama Obong | Rama Nitik | Rama Nitis).

Naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I merupakan karya Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara VII yang berisi atau berjenis tentang wayang. Naskah ini dapat diungkap menggunakan kajian Filologi. Kemampuan mengkaji dapat dikelompokkan ke dalam dua faktor, yaitu faktor pernaskahan dan perteksan. Faktor pernaskahan dimanfaatkan untuk mengetahui keadaan fisik naskah, antara lain format bentuk naskah dan teks, bahasa, tulisan, dan kelengkapan isi. Faktor perteksan dimanfaatkan untuk mengetahui bagaimana uraian dan urutan isi kendungan naskah (Mulyani, 2008:34)

2. Tujuan Penelitian

Pokok masalah dalam penelitian ini berkaitan dengan kandungan isi naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I dan relevensi isi naskah terhadap nilai-nilai pendidikan moral. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kandungan isi naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I dan relevansi isinya terhadap nilai-nilai pendidikan moral jaman sekarang.

3. Landasan Teori

Sumber data teks naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I berupa naskah cetak. Sedangkan teori yang digunakan sebagai acuan adalah pendekatan filologis, yaitu pendekatan yang berdasarkan pengetahuan yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan. Disamping itu filologi juga berarti ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah diketahui orang (August Boekh dalam Renne Wellek, 1956:38) dan dengan ilmu filologi berbagai macam segi kehidupan masa lampau semua aspeknya dapat diketahui secara eksplisit melalui naskah.

Setiap ilmu mempunyai objek penelitian. Jadi objek penelitian filologi adalah naskah dan teks. Naskah adalah karangan yang masih ditulis dengan tangan, sedangkan naskah cetak adalah karangan yang sudah ditulis dengan cetak. Dengan demikian, naskah cetak Jawa Serat Pedhalangan Ringgiti Purwa I adalah karangan yang ditulis dengan cetak, beraksara Jawa, berbahasa Jawa, ditulis diatas kertas dengan tinta hitam berisi nilai-nilai pendidikan moral. Arti teks sendiri adalah bahan tertulis untuk memberikan pelajaran (KBBI), misalnya seperti pendidikan moral yang ada dalam isi serat ini.

Sesuai dengan pernyataan diatas, teori-teori yang digunakan dalam penelitian dengan kajian filologi adalah teori yang berhubungan dengan pernaskahan (deskripsi naskah, teori pembacaan naskah beraksara Jawa, alih aksara dengan metode transliterasi ortografi sekaligus dilakukan suntingan teks, serta pemaknaan kandungan isi naskah).

Dalam keadaannya sebagai ciptaan sastra lama atau kuno, naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I dapat dipelajari oleh pembaca masa kini melalui sejumlah naskah salinan. Dalm hal ini pengamatan perlu dilakukan dengan memanfaatkan metode filologi yakni filologi tradisional (kegiatan filologi yang menitikberatkan penelitian kepada bacaan yang rusak atu yang sudah lama). Adapun dasar dan metode itu adalah bahwa suatu teks akan berubah dalam penurunannya (Chamah-Soeratno, 1991:12). Untuk memudahkan pembacaan, terlebih dahulu teks dialihaksarakan dengan metode transliterasi ortografi (pengalihaksarakan dari abjad satu ke abjad yang lain).

Teks dalam naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I disampaikan dengan media bahasa Jawa. Oleh karena itu, perlu dilakukan terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, tujuannya agar teks itu dapat dipelajari oleh peminat naskah Jawa yang tidak akrab dengan bahasa Jawa tetapi ingin mengetahui isinya.

Setelah butir-butir pendidikan moral yang ada dalam kandungan isi naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I tersedia, kemudian dicari relevansinya terhadap nilai-nilai moral saat ini. Berdasarkan uraian kajian teori tersebut dapat dirumuskan kerangka kerja penelitian kajian kandungan isi naskah Pedhalangan Ringgit Purwa dan relevansinya terhadap nilai-nilai moral.

Deskripsi naskah itu disajikan dengan mengamati 2 hal yaitu:

a. Deskripsi fisik naskah yang meliputi judul teks, uraian penutup teks, pengarang, bahan naskah, keadaan naskah, jumlah halaman, ukuran naskah dan teks.

b. Deskripsi non fisik naskah/teks yaitu kerangka teks yang memberikan gambaran secara umum yang terdiri atas isi dan penutup.

Tahap yang terakhir adalah terjemahan teks. Terjemahan teks dilakukan dengan menggunakan metode terjemahan harfiah(mempertahankan kata yang ada dalam teks) dan terjemahan bebas (mengutarakan isi teks secara bebas).

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode filologis (metode yang dipergunakan untuk mengungkap dan mendeskripsikan subjek penelitian yang berupa naskah). Adapun subjek dalam penelitian ini adalah naskah dan teks Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I. Naskah dan teks tersebut dimuat dalam KGPAA Mangkunegara VII dan Kangjeng Pangeran Arya Kusumadiningrat di Surakarta. Untuk menemukan nilai-nilai moral dalam naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I dilakukan dengan pembacaan intensif dan pencatatan.

Analisis data dilakukan dengan teknik deskriptif kualitatif. Adapun langkah-langkahnya adalah deskripsi naskah yang dilakukan dengan cara memaparkan atau menggambarkan dengan kata-kata secara jelas dan terperinci mengenai kondisi fisik naskah dan nonfisik naskah (Mulyani, 2008:38).

Keabsahan data diperoleh melalui kesahihan dan kehandalan. Kesahihan yang dipergunakan adalah kesahihan semantik, yaitu untuk melihat saberapa jauh data yang menguraikan butir-butir pendidikan moral pada naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I dapat dimaknai sesuai dengan pendidikan moral jaman sekarang. Kehandalan yang dipergunakan adalah kehandalan baca dan kaji ulang (intra-rater).

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Fisik Naskah

1) Tempat penyimpanan : Perpustakaan Daerah Yogyakarta

2) Judul naskah : Serat Pedhalangan Ringgit Purwa Jilid I

3) Ukuran : – panjang naskah : 29,2 cm

– lebar naskah : 30 cm

– panjang teks : 20,7 cm

– lebar teks : 13,4 cm

4) Tebal : 0,7 mm

5) Ukuran kertas : – kiri : 2,4 cm

– kanan : 2,7 cm

– atas : 4 cm

– bawah : 4,5 cm

6) Jumlah halaman : 34 halaman

7) Jumlah baris : hal 5-9 : 20 baris hal 10 : 8 baris

hal 11 : 17 baris

8) Bahasa : Jawa Pertengahan

9) Huruf : Jawa

10) Warna tinta : hitam

11) Karakteristik tulisan : Jawa cetak

12) Ukuran huruf : kecil

13) Jenis naskah : prosa

14) Keadaan kertas : kertas berwarna coklat, pada halaman belakang terdapat kertas yang sobek.

15) Keterangan lain :

tulisan ditulis bolak-balik

ditulis menggunakan kertas tak bergais

pengkait lembaran naskah menggunakan tali yang mirip dengan benang

sampul terbuat dari kertas berwarna coklat

pada bab I hal 5 terdapat gambar wayang Dewi Ngruna, hal 7 terdapat gambar wayang Dewi Ngruni, hal 10 terdapat gambar Peksi Jathayu

2. Hasil Penelitian

Penelitian ini berusaha mengungkapkan lakon pewayangan dalam Serat Pedhalangan Ringgit Purwa karya KGPAA Mangkunagara VII. Misal lakon Ngruna Ngruni, Prabu Sengakan Turunan, Sang Hyang wisnu, Sang Hyang Guru, dan lain-lain.

Selanjutnya hasil penelitian dalam bentuk tabel sesuai dengan permasalahan peneliltian yang telah ditetapkan. Hasil penelitian mencakup : (1) Deskripsi kandungan isi naskah wayang, (2) Relevansi isi naskah wayang terhadap nilai-nilai moral, dan (3) Alih tulis aksara jawa.

Hasil penelitian yang mencakup deskripsi kandungan isi naskah wayang ditampilkan dalam tabel I sebagai berikut :

Tabel I : Deskripsi Kandungan Isi Naskah Wayang.

No

Kandungan Isi

Acuan Data

1

Pendidikan moral yang berhubungan dengan kepribadian

Sareng dipun celaki katingal purusipun lajeng merang. Peksi kakalih tuwin sawer sadaya sampun sami marak kang ibu, sareng sumerep kang ibu Dewi Ngruni kalingseman, sawer alit-alit sami nyakoti peksi kakalih wau, nanging sawer kathah ingkang pejah dipun cucuki, ingkang ibu Dewi Ngruni duka,…

2

Pendidikan moral yang berhubungan dengan etika

Dewi Uma, pinarak para widadari, angentosi kondurira Sang Hyang Girinata, dereng dangu Sang Hyang Girinata kondur, ingkang garwa methuk ing jawi wiwara, lajeng lenggah satata, ngandikaken kawontenanipun ing Poncowati.

3

Pendidikan moral yang berhubungan dengan kepemimpinan

Ing Bale marcukundha, Sang Hyang Narada, Sang Hyang Brahma, Sang Hyang Sriyana, tuwin Sang Hyang Patuk Tamboro, para jawata pepak mungging ngarsa, ingkang rinembag : siyaga ing damel para jawata ingkang sapalih tengga Kahyangan ingkang sapalih bidhal dhateng Repat Kapanasan.

3. Pembahasan

Karya satra Jawa merupakan wujud kebudayaan yang dianggap sebagai benda hasil karya manusia. Dengan demikian, sastra dianggap sebagai perwujudan kehidupan manusia. Nilai-nilai pendidikan moral merupakan salah satu perwujudan dari kehidupan manusia tersebut dan dimanfaatkan sebagai bahan penulisan dalam karya sastra, yaitu naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I. Nilai-nilai pendidikan moral itu merupakan nilai-nilai dasar dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai dasar tersebut meliputi nilai-nilai kehidupan manusia secara horisontal, yaitu interaksi manusia dengan dirinya sendiri, dengan sesamanya dan dengan lingkungan yang ikut beperan dalam proses pendidikan.

Oleh karena itu nilai-nilai yang ada dalam naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I adalah nilai-nilai dasar yang tentunya masih relevan dengan dunia pendidikan moral masa kini. Nilai-nilai dasar dalam tatanan kehidupan manusia ini dapat ditularkan dari kelompok masyarakat satu ke kelompok masyarakat lain dan dapat diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya.

1) Deskripsi Kandungan Isi Naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I

a. Pendidikan moral yang berhubungan dengan kepribadian

Dalam naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I ada beberapa butir pendidikan. Pertama, pendidikan moral yang berhubungan dengan kepribadian yaitu pendidikan yang berhubungan dengan nilai-nilai kehidupan manusia yang bersifat pribadi atau yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Hal ini ditunjukkan dalam acuan data berikut ini.

Sareng dipun celaki katingal purusipun lajeng merang. Peksi kakalih tuwin sawer sadaya sampun sami marak kang ibu, sareng sumerep kang ibu Dewi Ngruni kalingseman, sawer alit-alit sami nyakoti peksi kakalih wau, nanging sawer kathah ingkang pejah dipun cucuki, ingkang ibu Dewi Ngruni duka,…

Terjemahan:

Setelah didekati terlihat kemaluannya, kemudian marah. Kedua burung dan ular semuanya mendekati ibunya, setelah tahu ibu Dewi Ngruni dibohongi, ular kecil-kecil menggigit kedua burung itu, tapi ular banyak yang mati karena dicucuki, yang kemudian ibu Dewi Ngruni marah,…

Acuan data diatas menunjukkan adanya penekanan butir pendidikan moral yang berhubungan dengan kepribadian. Kepribadian ini mencakup perbuatan atau tingkah laku manusia dalam tindakannya yang didorong oleh akal budi yang menghasilkan perbuatan baik dan buruk. Pada umumnya manusia mempunyai pengetahuan akan adanya baik dan buruk. Sedangkan pengakuan manusia mengenai baik dan buruk itu merupakan kesadaran moral seseorang.

b. Pendidikan moral yang berhubungan dengan etika

Dalam subbab ini ada butir pendidikan yang kedua, adalah pendidikan moral yang berhubungan dengan etika, yaitu pendidikan yang berhubungan dengan nilai-nilai kehidupan manusia yang mencakup tata krama, budi pekerti, sopan santun dan sebagainya. Hal itu ditunjukkan dalam acuan data sebagai berikut :

Dewi Uma, pinarak para widadari, angentosi kondorira Sang Hyang Girinata, dereng dangu Sang Hyang Girinata kondur, ingkang garwaa methuk ing jawi wiwara, lajeng lenggah satata, ngendikaken kawontenanipun ing Poncowati.

Terjemhan:

Dewi Uma, mempersilahkan duduk kepada para bidadari, menunggu kepulangan Sang Hyang Girinata, belum lama Sang Hyang Girinata pulang, istrinya menjemput diluar pintu, kemudian duduk secara tertata rapi, membicarakan keberadaannya di Poncowati.

Acuan data diatas menunjukkan adanya penekanan butir pendidikan moral yang berhubungan dengan etika. Etika menerangkan apa yang seharusnya dan semestinya dilakukan manusia terhadap orang lain. Etika ini menganjurkan kepada manusia agar dirinya bersedia bertindak rendah hati kepada sesama hidup, hormat kepada yang lebih tua, dan mengasihi kepada yang lebih muda.

c. Pendidikan moral yang berhubungan dengan kepemimpinan

Dalam serat ini, butir pendidikan yang ketiga adalah pendidikan moral yang berhubungan dengan kepemimpinan, yaitu pendidikan yang berhubungan dengan kepemimpinan seorang raja dengan prajuritnya. Hal ini dapat ditunjukkan dalam acuan data sebagai berikut.

Ing Bale marcukundha, Sang Hyang Narada, Sang Hyang Brahma, Sang Hyang Sriyana, tuwin Sang Hyang Patuk Tamboro, para jawata pepak mungging ngarsa, ingkang rinembag : siyaga ing damel para jawata ingkang sapalih tengga Kahyangan ingkang sapalih bidhal dhateng Repat Kapanasan.

Terjemahan:

Di Bale marcukundha, Sang Hyang Narada, Sang Hyang Brahma, Sang Hyang Sriyana, dan Sang Hyang Patuk Tamboro, para prajurit lengkap berada didepan, yang memusyawarahkan: mempersiapkan para prajurit yang separuh menunggu kahyangan yang separuh pergi ke Repat Kapanasan.

Seorang pemimpin harus memiliki bekal pengetahuan secara lahir dan batin, yaitu apabila seorang pemimpin atau raja membuat peraturan dapat diterima oleh pengikutnya atau prajurit. Dengan demikian mereka akan taat dan mematuhinya. Seorang pemimpin juga wajib membuat peraturan yang sesuai dengan perikemanusiaan. Artinya, peraturan yang dibuat tidak memberatkan rakyatnya dan diberlakukan sama untuk setiap rakyatnya.

2) Relevansi Isi Naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I terhadap Pendidikan Moral

Berdasarkan tiga butir nilai pendidikan moral yang ada dalam kandungan isi naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I yaitu:

1. pendidikan moral yang berhubungan dengan kepribadian,

2. pendidikan moral yang berhubungan dengan etika, dan

3. pendidikan moral yang berhungan dengan kepemimpinan,

relevansinya dengan dunia pendidikan adalah sebagai berikut.

Pertama, manusia sebagai makhluk individu mempunyai kepribadian masing-masing. Ada yang memiliki kepribadian baik dan buruk. Pada acuan data yang menunjukkan pendidikan moral yang berhubungan dengan kepribadian, bertujuan memberikan nasihat kepada semua orang agar dalam melakukan tindakan tidak menggunakan emosi dan kebohongan belaka. Tetapi tindakan itu harus sesuaia dengan kebenarannya. Nasihat ini juga dapat dimanfaatkan dan dilaksanakan atau digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin hal ini dapat melatih kita untuk lebih bersabar dalam menghadapi permasalahan dan dapat melatih kita untuk berbuat jujur.

Kedua, pada acuan data tentang pendidikan moral yang berhubungan dengan etika memberi ajaran pada manusia agar dalam bertindak masih menggunakan etika. Karena manusia yang mempunyai etika, berarti manusia itu juga mempunyai budi pekerti, tata krama dan lain sebagainya yang dapat menjadi tolok ukur pada kehidupannya dalam melakukan tindakan. Etika ini baik untuk dimiliki seseorang dan dapat memberikan anjuran kepada manusia agar bersedia untuk bertindak rendah hati kepada sesamanya.

Ketiga, memberikan bekal kepemimpinan kekurangan dan kelebihan pemimpin, membentuk kepercayaan prajuritnya, membuat peraturan yang sesuai dengan kemanusiaan dan dapat membuat ketaatan kepada rakyatnya. Seorang pemimpin harus dapat memimpin dengan adil dan bijaksana, sehingga dapat mewujudkan ketentraman dan kedamaian. Tetapi apabila kewajiban seorang pemimpin tidak diupayakan maka akan mengalami kesengsaraan. Hal ini dapat diibaratkan seperti dalam keadaan berperang, jika kalah akan mendapatkan malu. Oleh karena itu pada acuan data yang ketiga ini menunjukkan suatu strategi yang digunakan pemimpin untuk mencapai keberhasilan atau kemenangan dalam berperang.


D. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa teks pada Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I ditulis dengan aksara Jawa. Untuk membaca teks ini diperlukan pengetahuan tentang tata tulis aksara Jawa. Tata tulis aksara Jawa tidak mengenal pemisahan kata, yaitu ditulis secara scriptio-continuo, yang mengakibatkan pemisahan kelompok aksara dalam pembentukan kata-kata yang kadang-kadang mengalami kesulitan atau kekeliruan sehingga tidak mustahil mendapatkan arti lain.

Tanda pungtuasi adalah tanda baca yang berfungsi sebagai tanda penuturan kalimat, seperti koma, titik koma, titik, titik dua, tanda tanya, tanda seru, dan tanda petik. Dengan demikian, dalam prosa lebih memperhatikan tanda baca, bukan pemakaian tanda metra.

Deskripsi kandungan isi naskah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa I dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yang sekaligus menjadi butir pendidikan moral, yaitu: (1) pendidikan moral yang berhubungan dengan kepribadian, (2) pendidikan moral yang berhubungan dengan etika, dan (3) pendidikan moral yang berhubungan dengan kepemimpinan. Sedangkan relevansinya yaitu: memberikan nasihat kepada semua orang agar dalam melakukan tindakan tidak menggunakan emosi dan kebohongan belaka, memberi ajaran kepada manusia agar dalam bertindak masih menggunakan etika, dan bekal kepemimpinan yang dituju adalah membentuk kepercayaan, membuat peraturan, membuat strategi dalam mencapai kemenangan agar terjadi ketentraman dan kedamaian bagi rakyatnya.

2. Saran

Beberapa permasalahan yang berhubungan dengan teks pedalangan belum terjangkau dalam penelitian ini, misalnya tentang pengungkapan bahasa, nilai-nilai yang terkandung. Analisis teks tersebut pun masih dimungkinkan diteliti kembali, sebab mengingat bekal pengalaman pembaca yang berbeda menmungkinkan analisi yang berbeda pula.

Disamping itu, teks pedalangan tersebut masih terbuka untuk diteliti kembali baik itu berdasarkan keilmuan dan kebudayaan, misalnya ilmu kebahasaan didalam teks pedalangan tersebut masih banyak versi tentang bahsa yang digunakan untuk terjemahan.

Mengingat banyaknya keanekaragaman butir, nilai moral yang terkandung dalam naskah-naskah jawa khususnya karya Mangkunagara VII perlu diadakan penelitian kembali agar lebih mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam naskah.

5 responses

  1. bagus sekaliiii ……. semoga berguna untuk semua

    1. Maturnuwun sanget sampun purun mampir wonten ing blog kula.
      pendekarjawa

  2. ok bangget

  3. Bisakah semua jilid Serat Pedhalangan ringgit Purwa karya Mangkunegara VII ini di upload kemari, agar umum dapat mempelajari lengkap isi kandungan filosofis dari wayang purwa secara mendalam.

  4. JONhym fmugaabknaoz, [url=http://bhriarxneamn.com/]bhriarxneamn[/url], [link=http://tmfoqfrwghkk.com/]tmfoqfrwghkk[/link], http://ufmstazsjozr.com/

Tinggalkan Balasan ke pendekarjawa Batalkan balasan